01/02/16

Tiga Nasihat Tere Liye tentang Fenomena LGBT

Gerakan aktivis lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) ikut mengundang novelis terkemuka, Darwis, angkat suara. Lelaki yang lebih dikenal dengan nama pena Tere Liye ini memberi Tiga Nasihat  tentang Fenomena LGBT.

photo by google


Tiga Nasihat Tere Liye tentang Fenomena LGBT:

1. Kaum Cetek

Di dunia yang canggih hari ini, jika kalian habis-habisan menjaga anak-anak, keluarga dari serangan homo, lesbi, kalian akan disebut homofobia. Sementara yang homo, lesbian, termasuk para pendukungnya mendapat lencana: orang paling toleran, berhati mulia, dan the best people yang pernah ada.

Di dunia lebay hari ini, jika kalian berusaha menjalankan ajaran agama, simply hanya menegakkan perintah kitab suci masing-masing (karena jelas, homo, lesbi itu dilarang semua kitab suci agama tauhid), maka kalian terima nasib divonis: pendek pikir, dangkal, kampungan, berpikir mundur, dan semua gelar hina dina lainnya. Sementara yang homo, lesbian, termasuk para fannya, pencinta mereka, mendapatkan sanjungan: manusia modern, sangat berpikiran maju, berwawasan, orang-orang terhebat yang pernah dilahirkan di muka bumi.

Tapi, itu tidak masalah. Dan, memang bukan masalah?

Jangan terpancing berdebat, jangan habiskan waktu berantem. Tetaplah jadi “orang dangkal”, “kampungan”, “cetek”, biarkan saja orang-orang menilai bebas tentang kita di luar sana. Kita memilih terus fokus menjaga anak-anak, keluarga kita dari paham-paham ini. Dan terus sebarkan tulisan, agar mereka tahu, masih banyak yang peduli. Masih banyak yang akan terus saling menasihati.

*Tere Liye


Berdoa pada Tuhan agar terhindar dari keburukan dan kemaksiatan (photo by google)


2. Propaganda yang Kita Bayari

Starbucks, adalah pendukung legalisasi pernikahan sesama jenis. Bos mereka, sama sekali tidak risi, tidak sungkan, di Amerika sana, menyatakan dukungan secara terbuka, bahkan termasuk membantu apasaja yang bisa mereka lakukan agar pernikahan sesama jenis dilegalkan. Kalian tidak tahu fakta ini? Well yeah, karena kalian tutup mata. Sudah lama sekali Starbucks memosisikan membela habis-habisan pernikahan sesama jenis. Di Amerika sana banyak yang protes keberatan soal betapa berani dan terbukanya Starbucks, seolah tidak peduli lagi dengan konsumennya yang taat beragama, tapi Starbucks santai saja menanggapi keberatan. Toh, toko mereka tetap ramai. Orang-orang tetap nongkrong di Starbucks, untuk mem-posting di akun media sosialnya: “Saya menolak pernikahan homo, lesbian.”

Ironis sekali.

Amazon, salah-satu contoh berikutnya. Bos Amazon yang termasuk orang terkaya di dunia, menyumbang Rp 30 miliar lebih saat kampanye legalisasi pernikahan sesama jenis di Washington. Itu tidak sedikit. Kalian mendukung sesuatu? Paling hanya sebatas dukungan. Tapi, si bos Amazon ini bahkan mau menyumbang 30 miliar lebih demi terwujudnya undang-undang tersebut. Apakah Amazon tidak khawatir pembelinya kabur? Tidak. Pembelinya sambil memesan produk online di website Amazon, secara simultan meng-'klik' like berita tentang penolakan pernikahan homo, lesbian.

Apple, contoh berikutnya. Bos Apple tidak malu-malu mengaku dia gay. Apakah Apple marah? Tidak. Secara institusi mereka asyik-asyik saja. Apakah penjualan Apple turun drastis saat bosnya bilang dia gay? Juga tidak.

Inilah propaganda yang justru diongkosi oleh kita semua. Sadarkah kita? Atau bodo amat. Peduli setan. Toh, dunia ini bukan soal moralitas. Ngapain pula saya harus berhenti ke Starbucks, berhenti membeli produk Apple? Saya suka dengan produk mereka, selesai, tidak ada hubungannya dengan soal homo, lesbian. Itu keputusan kalian semua. Dan, memang hak semua orang.

Tapi ketahuilah, inilah sungguh, propaganda besar-besaran yang justru diongkosi oleh kita semua. Termasuk pesohor-pesohor, selebritas, artis-artis, mereka besar karena fannya pergi ke bioskop, membeli lagu, dan sebagainya, dan sebagainya. Propaganda yang mereka sebarkan justru dibiayai oleh kita semua.

Pikirkanlah.

*Tere Liye


3. Bicara Biasa Saja

Bicaralah dengan cara biasa-biasa saja, Dek. Yang cowok, kalian nggak perlu genit, centil, manja, dan sebagainya. Yang cewek, juga sama, pun tidak perlu lebay imut menggemaskan, atau sebaliknya malah niru-niru cowok. Sesuai kodrat masing-masing sajalah.

Yang sudah telanjur begitu, segera dilatih untuk berubah, didisiplinkan, bukan malah dibiarkan, lantas bilang: "Inilah hidupku, aku memang sudah terlahir begini". Itu argumen ngasal, tidak benar, mana ada bayi yang pas lahir langsung alay, melambai, melainkan dirinya sendiri dan lingkungan sekitar yang membuatnya begitu.

*Tere Liye




Salam

Ifa Abdoel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar